Temukan koleksi favoritmu

tersedia 274.297 koleksi, tersebar di seluruh perpustakaan di lingkungan kemdikbud

Sejarah Perkebunan Tebu Di Daerah Cirebon Pada Masa Pemerintahan Kolonial Belanda (1800-1942) | Katalog Induk Perpustakaan Kemdikbudristek

RECORD DETAIL
Back To PreviousXML DetailCite this

Text

Sejarah Perkebunan Tebu Di Daerah Cirebon Pada Masa Pemerintahan Kolonial Belanda (1800-1942)


Abstrak
Terjadinya perebutan kekuasaan di daerah Cirebon, menunjukkan bahwa daerah ini memiliki sumber daya alam dan manusia yang sangat potensial bagi kelangsungan kehidupan masdyarakat, khususnya bagi daerah Jawa Barat dan luar Jawa Barat. Kedatangan bangsa Belanda pertama kali terjadi pada tanggal 23 juni 1956 di bawah pimpinan de Houtman. Mereka mendarat di pelabuhan Banten, dengan tujuan Kepulauan Maluku yang kaya akan rempah-rempah. Setelah berhasil memperoleh pijakan kokoh di Batavia, Belanda segera memperluas wilayah kekuasaannya. Mereka melakukan berbagai cara untuk menguras seluruh hasil bumi yang ada di Indonesia. Selain itu merekapun, mengenalkan berbagai jenis tanaman baru yang sangat menguntungkan bagi bangsa Belanda, seperti teh, kopi, tebu, nila dan sebagainya. Tanaman tersebut ternyata memiliki sifat dan ciri yang berbeda-beda, perbedaan karakteristik dari tanaman tersebut, Belanda menjadikan daerah Cirebon dan sekitarnya sebagai pusat penanaman tanaman tebu di daerah Jawa Barat. Bahkan sejak diterapkannya system tanam paksa maupun liberalism di Indonesia, pemerintah Kolonial Belanda menjadikan wilayah Cirebon sebagai daerah investasi modal bangsa Eropa dan asing lainnya di bidang penanaman tebu atau pendirian pabrik gula. Keadaan tanah dan iklim daerah Cirebon tersebut, memungkinkan dapat diusahakannya pembukaan lahan pertanian, khususnya perkebunan tebu. Tanaman tebu, termasuk golongan tanaman yang tumbuh di daerah yang beriklim panas dan mempunyai karakteristik tertentu. Disamping itu, system produksi gula di daerah Cirebon berlainan dengan system yang dilaksanakn di daerah Jakarta. Di daerah Cirebon, pembukaan tanah perkebunan tebu dan pabrik gula berdasarkan struktur ekonomi tradisional yang feodal, dan didasarkan atas persewaan tanah milik desa. Perluasasn pembangunan pabrik-pabrikgula di daerah Cirebon di bagi menjadi 2 bagian. Petama, ke sebelah barat dari kota Cirebon mliputi daerah Arjawinamgun, Palimanan, Plumbon, Jatiwangi, Rajagaluh dan Kadipaten. Kedua ke sebelah timur kota Cirebon meliputi daerah Sindang Laut, Babakan, Ciledug, dan Karang Sembung. Dipilihnya daerah sebelah barat dan timur Kota Cirebon sebagai perlasan pabrik Gula, karena daerah ini merupakan daerah pertanian yang luas dengan tenaga kerja yang cukup tersedia, serta dilalui oleh beberapa aliran sungai. Keadaan ini memungkinkan adanya pembukaan saluran irigasi untuk keperluan mengairi perkebunan tebu. Pada waktu memasuki tiga erempat abad 18, VOC memperluas perkebunan tebu dan pengembangan pabrik gula dengan jalan menyewakan desa-desa dan tanah-tanah kosong kepada pengusaha partikelir baik kepada pengusaha dari Eropa maupun dari Asia Timur, terutama bangsa Cina Penjualan tanah ini, dilakukan o;eh VOC untuk menutupi kebutuhan keuangannya ang mendesak akibat adanya persaingan dagang dengan Negara lain. Pembangunan kawasan perkebunan tebu dan penggilingan gula sebagai sebuah perusahaan dimulai sejak awal abad ke 17. Dari tahun ke tahun, para pemilik modal mencoba mengembangkan perkebunan tebu dengan melakukan berbagai penelitian, dan meningkatkan produksi gula dengan jalan memodernisasi alat-alat produksi gula yang dimiliki oleh pengusaha Tionghoa. Sehingga sampai tahun 1710, jumlah penggilingan tebu yang tersebar di sekitar Jakarta sebanyak 30 buah dan di sepanjang sungai Ciliwung terdapat 50 buah pabrik. Berbagai kebijakan pemerintah colonial Belanda terhadap tanaman ekspor antara lain tebu yang berlangsung pada abad ke 19, membawa pengaruh terhadap produksi gula, pendapatan pemerintah kolonial, para pengusaha pabrik gula, maupun masyarakat Cirebon. Namun demikian, keberhasilan produksi gula tersebut tidak membawa keuntungan kepada rakyat Jawa umumnya, dan Cirebon khususnya, Saat itu, rakyat Cirebon jatuh ke lembah kemiskinan, karena seluruh tenaga dan tanah pertanian dikerahkan untuk kepentingan tebu. Status social rakyat menjadi berubah, dari pemilik tanah menjadi pekerja wajib diperkebunan. Bahkan kenyatan yang dialami oleh rakyat, telah mendorong mereka untuk melakukan perlawanan terhadap ebijakan pemerintah kolonial Belanda tersebut.


Collection Location

Perpustakaan BPNB Jawa Barat

Detail Information
Series Title
-
Call Number
B.70 PER
Publisher
Bandung -Jawa Barat : BKSNT Bandung.,
Collation
21,5 cm; 27,5 cm; iii, 105 hlm
Language
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Classification
B.70 PER
Content Type
-
Media Type
-
Carrier Type
-
Edition
2003
Subject(s)

Specific Detail Info
2 Eksemplar
Statement of Responsibility
File Attachment
No Data
Comments

You must be logged in to post a comment