Text
283. Peninggalan Arkeologi di Lereng Gunung Lawu
Bahasan utama dalam buku ini adalah makna tinggalan arkeologi di lereng barat Gunung Lawu yang mencerminkan beberapa aspek kehidupan manusia pendukungnya kala itu. Diantara aspek kehidupan manusia tersebut keyakinan terhadap kekuatan diluar kemampuan manusia. Dengan adanya kekuatan tersebut, manusia merasa perlu menjalin keselarasan dengan melalui pembangunan tempat khusus untuk melakukan upacara-upacara tertentu. Tinggalan arkeologi yang memuat denga jelas makna yang masih dapat di jadikan tuntunan baik moral maupun terkait dengan kearifan lokal bagi masyarakat saat ini adalah Candi Sukuh dan Candi Cetha.makna tersebut tertuang didalam bentuk bangunannya dan relief ceritera. Candi Sukuh dan Candi Cetha sejak tahun 2015 telah menjadi Cagar Budaya Peringkat Nasional dengan ditetapkannya Surat Keputusan Mendikbud Nomor 243/ M/2015 tentang penetapan Cagar Budaya Nasional. didalam surat keputusan tersebut Candi Sukuh di sebut Candi dengan nama Situs Candi Sukuh dan Candi Cetha di sbut Cetho. Meskipun demikian di dalam buku ini digunakan sebutan yang selama ini telah dikenal oleh mayarakat , yaitu Candi Dukuh dan Candi Cetha. Bagi artepak lain yang belum ditetapkan sebagai Cagar Budaya sebagaimana amanat Undang - Undang RI Nomor 11 tahun 2010 tentang Benda Cagar Budaya Penyebutannya menggunakan Istilah tinggalan arkeologi berupa situs - situs candi. Di dalam buku ini juga terdapat penyebutan beberapa istilah atau kata yang memiliki arti, sama dengan penulisan berbeda. hal ni bukan disebabkan oleh ketidakpatuhan pada asas penulisan , perbedaan penulisasn tersebut berdasar pada hasil kutipan dan penyusuaian dengan pemahaman pembaca terhadap suatu kata tertentu dalam bahasa Indonesia yang telah dikenal secara umum. Misal kata CIwa - Siwa Putra kedua Pandu dan Cundhamala- Suddhamala- Sudamala- Suhadewa- Sadewa untuk menyebut anggota Pandawa termuda.rnCandi sukuh dan candi cetha sejak tahun 2015 telah menjadi cagar budaya peringkat nasional dengan tetapkannya surat keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan nomor 243/M/2015 tentang penetapan cagar budaya nasional.di dalam surat keputusan tersebut,candi sukuh disebut dengan nama situs candi sukuh dan candi cetha disebut dengan nama candi cetho. meskipun demikian,di dalam buku ini digunakan sebutan yang selama ini telah dikenal oleh masyarakat, yaitu candi sukuh dan candi cetha.bagi artefak lain yang belum ditetapkan sebagai cagar budaya sebagaimana amanat undang-undang republik indonesia nomor 11 tahun 2010 tentang cagar budaya penyebutannya menggunakan istilah tinggal arkeologi berupa situs atau candi.rndi dalam buku ini juga terdapat penyebutan beberapa istilah atau kata yang memiliki arti sama penulisan yang berbeda. hal ini bukan di sebabkan oleh ketidakpatuhan pada asas penulisan,perbedaan penulisan tersebut berdasarkan pada hasil kutipan dan penyesuaian dengan pemahaman pembaca terhadap suatu kata tertentu dalam bahasa indonesia yang telah dikenal secara umum.misalnya kata ciwa - siswa untuk menyebut salah satu dewa trimurti; Bhima - Bima untuk menyebut kedua pandu; dan cuddhamala - suddhamala - sudamala - shadewa - sadewa untuk menyambut anggota pandawa termuda.
Perpustakaan BPCB Banten