Temukan koleksi favoritmu

tersedia 274.211 koleksi, tersebar di seluruh perpustakaan di lingkungan kemdikbud

POTRET KAMPUNG-KAMPUNG PENDATANG DI BANJARMASIN | Katalog Induk Perpustakaan Kemdikbudristek

RECORD DETAIL
Back To PreviousXML DetailCite this

Text

POTRET KAMPUNG-KAMPUNG PENDATANG DI BANJARMASIN


Keberadaan kaum migran di Banjarmasin berhubungan dengan aktivitas perdagangan. Seiring meningkatnya kedatangan pedagang dari luar daerah yang menetap dan menjadi penduduk maka perkampungan berorientasi pada asal daerah terbentuk. Meski kontak sosial-budaya antara mereka terus berlangsung, namun permukiman dengan orientasi kedaerahan diperkuat dan dipertegas oleh kebijakan rasial pemerintah kolonial. Melalui kebijakan tentang permukiman (wijkenstelsel), Kota Banjarmasin yang sejak kontrak 4 Mei 1826 menjadi bagian dari Tanah Gubernemen sehingga kota berada dalam regulasi langsung pemerintah kolonial (Indonesia, 1965:248-253) menjadi wadah bagi permukiman yang terpisah berdasarkan etnis. Wijkenstelsel memisahkan kawasan permukiman berdasarkan stratifikasi sosial yang berlaku saat itu. Orang Eropa dan Timur Asing dipusatkan di kota pemerintahan sedangkan pribumi ditempatkan di luar kota. Kebijakan tersebut dimaksudkan agar mereka mudah diawasi dan dikontrol. Kampung Cina, Kampung Arab dan Kampung Bugis merupakan kampung berorientasi etnis yang kemungkinan besar merupakan akibat dari wijkenstelse. Oleh sebab itu, buku Potret Kampung-Kampung pendatang di Banjarmasin ini memuat 3 judul, yaitu: 1) Potret Kampung dan Komunitas Arab di Banjarmasin oleh Hendraswati, 2) Potret Kampung Bugis di Banjarmasin oleh Lisyawati Nurcahyani dan 3) Permukiman Cina di Banjarmasin Hingga Awal Kemerdekaan oleh Dana Listiana.

Translate
The presence of migrants in Banjarmasin was related to trading activities. With the increase in the arrival of traders from outside the area who settled and became residents, villages were oriented to the origin of the area formed. Although socio-cultural contact between them continued, settlements with regional orientation were strengthened and reinforced by the colonial government's racial policies. Through a policy on settlements (wijkenstelsel), the city of Banjarmasin, which since the contract May 4, 1826 became part of the Land of the Governor, so the city was under direct regulation of the colonial government (Indonesia, 1965: 248-253) became a place for settlements that are separated by ethnicity. Wijkenstelsel separated residential areas based on the prevailing social stratification. Foreign Europeans and Easterners were cantered in the city government while the natives were stationed outside the city. The policy is intended so that they are easily monitored and controlled. Kampung Cina, Kampung Arab and Kampung Bugis were ethnic-oriented villages which are most likely the result of wijkenstelse. Therefore, this book on Portraits of immigrants in Banjarmasin contains 3 titles, namely: 1) Portraits of Kampung and Arab Communities in Banjarmasin by Hendraswati, 2) Portraits of Bugis Villages in Banjarmasin by Lisyawati Nurcahyani and 3) Chinese settlements in Banjarmasin to the Beginning Independence by the Listiana Fund.


Collection Location

Perpustakaan BPNB Kalimantan Barat

Detail Information
Series Title
-
Call Number
KSE - 900 (900-909) HEN P
Publisher
Kalimantan Selatan : BPNB Pontianak.,
Collation
v+ 133hlm; 14cm x 20cm; ILUS
Language
Indonesia
ISBN/ISSN
978-602-1202-19-7
Classification
KSE - 900 (900-909)
Content Type
-
Media Type
-
Carrier Type
-
Edition
-
Subject(s)
-
Specific Detail Info
-
Statement of Responsibility
File Attachment
No Data
Comments

You must be logged in to post a comment